[notes: Bagi yang namanya tertera sebagai tokoh atau memiliki kemiripan. Ini adalah suatu kesengajaan. Maaf dan terimakasih.
Cerpen ini juga terinspirasi dari salah satu drama korea fav saya
HWAITING
Oleh : Kartikasz
“Tapi Pak, kenapa harus Saya yang dipindah tugaskan ke sekolah tersebut? Bukankah hasil kerja Saya cukup memuaskan?” Ucap seorang pria berstelan jas.
“Leon, bukankah minggu kemarin Anda sendiri yang menyetujui untuk menerima twist ? inilah yang Saya maksud” Jawab seorang pria paruh baya di sampingnya
“Kalau Anda tidak mau, terpaksa Saya harus men Drop Out Anda” lanjutnya
Leon berpikir dalam hati, kalau dirinya keluar begitu saja bukankah itu sangat disayangkan. Akhirnya dengan berat hati, Ia menerima tawaran tersebut dan memulai aktivitas barunya sebagai seorang “Guru”
SMA 081, merupakan sekolah yang akan digusur dikarenakan sekolah tersebut sangat terbelakang dalam bidang akademik. Tapi ada satu kebijakan yang dapat menunda bahkan menggagalkan hal tersebut yaitu dengan program memasukkan 5 murid dari sekolah tersebut ke salah satu universitas top di kota. Dan Leon Dubois lah yang harus menjalankan program tersebut, meskipun Leon bukan seorang Guru. Tapi disisi lain, ternyata Leon adalah alumni dari sekolah tersebut.
Di hari pertama, Leon menemui Kepala Sekolah SMA tersebut yaitu Helena Maria.
“Selamat datang Pak Leon, Saya sangat senang Anda telah bersedia untuk menjalankan program tersebut di sini” Senyum Helena sambil menjabat tangan Leon
“Ah i..iya Bu Helena. Saya harap program tersebut berhasil. Dan sekolah ini dapat jaya kembali seperti dulu” Jawab Leon sedikit canggung
Kemudian Leon diantar menuju kelas yang akan dididik dan dilatih dengan program tersebut, ‘Hwaiting class’ atau ‘kelas Hwaiting’. Dengan seksama Leon memperhatikan dan mengamati kondisi kelas tersebut, tak lupa juga kelima calon murid didiknya.
“Saya Leon Dubois yang akan menjadi mentor kalian semua” ucapnya singkat. “Coba perkenalkan diri kalian masing-masing” perintahnya
”Saya Vadelyn Kazunari Pak, panggil saja Vade”
“Saya Romario Siahaan, panggil Rio”
“Irenee Seigo Haruno, Irenee saja ya Paaak”
“ Saya Gabriel Aldrino, panggil Gabe”
“ Saya Daniel Hayom Rumbaka, panggil saja Dan”
Hari demi hari berjalan, latar belakang masing-masing murid pun telah Leon ketahui. Dari mulai Vade, Ia bukan gadis cantik bukan pula gadis kaya. Sebenarnya Vade rajin belajar, namun Ia kurang tekun dan Ibunya kerap membawa pacar-pacarnya, hal itu lah yang dapat membuat waktu belajarnya terganggu.
Lalu Rio, dari kecil Rio telah ditinggal oleh kedua orangtuanya, saat ini Rio hanya tinggal bersama sang Nenek. Tiap hari, Rio membanting tulang demi mencukupi kebutuhan hidupnya dan sang nenek, hal itulah yang menyebabkan waktu belajarnya terganggu.
Irenee, adalah gadis yang terlahir dari keluarga berkecukupan. Ia sangat menyukai Rio, karena dulu Rio pernah menyelamatkan hidupnya. Tapi pada kenyataan, Rio lebih menyukai Vade daripada Irenee.
Gabriel, Ia memiliki tubuh yang lebih daripada orang kebanyakan. Makan adalah hobinya. Gabriel juga rajin belajar, bahkan ia sangat menyukainya, tapi tetap saja peringkat akademik Gabriel tak meningkat. Keluarganya pun tak begitu perduli akan peringkat akademiknya, itu karena orangtua Gabriel lebih menyukai kalau Gabriel meneruskan usaha makanan milik keluarga ketimbang belajar.
Yang terakhir adalah Dan, Ia merupakan teman masa kecil Vade. Dan dilahirkan dari keluarga kaya. Ia kerap kali dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang pintar, Dan membenci itu, karena Ia lebih menyukai ‘Dance’ ketimbang belajar.
Tak terasa, Leon telah mengajar di kelas tersebut selama tujuh hari. Tapi tak ada perubahan yang mereka hasilkan. Hati kecil Leon mulai pesimis, Ia takut jikalau program ini gagal bukan hanya karena sekolah ini akan digusur Ia juga menghkhawatirkan reputasinya. Sungguh malu yang tak terhitung jumlahnya kalau seorang Leon Dubois gagal menangani program seperti itu.
Tersirat rencana cemerlang di dalam pikirannya. Leon mengangkat seorang guru yang juga merupakan kawan masa kecilnya, Alexa Yvonne. Alexa ditugaskan dirinya sebagai asisten tetap. Pada awalnya, Alexa menolak hal tersebut karena sifat Leon yang Ia benci yaitu keras kepala. Tapi demi kelima siswanya, akhirnya Alexa menerima tawaran tersebut.
“Leon, Saya punya ide. Bagaimana kalau kelima murid kita itu untuk menginap di sekolah, agar program tersebut dapat berjalan lebih efektif” Terang Alexa
“Lexa, apakah kamu bercanda dengan ide konyol seperti itu? Saya rasa itu tidak akan membuat perubahan yang signifikan dan keluarga merekapun tidak akan menyetujui ide tersebut” Jawab Leon dengan keraguan
Alexa pun menerangkan sistem yang akan mereka lakukan dengan program yang diambil dari idenya. Dia menerangkan pada Leon dengan sangat rinci, dan benar-benar berusaha meyakinkan partnernya itu kalau usahanya pasti akan berhasil.
Akhirnya, setelah Alexa menerangkan pada Leon panjang lebar. Leon pun menerima ide Alexa tersebut.
Keesokan harinya Leon memberikan kabar ini pada kelima murid mereka. Tak lupa Ia juga memperkenalkan Alexa pada murid-muridnya.
Respon dari mereka pun berbeda-beda, ada yang menolak dan ada pula yang setuju saja. Irenee khususnya, karena terbiasa dimanja di rumah, gadis ini menjadi takut untuk tinggal di sekolah. Rio, Dia takut mengenai nasib Neneknya jika Dia harus mengikuti ide tersebut.
“Rio mengenai Nenekmu tak usah khawatir, Saya akan merawatnya seperti Saya merawat Nenek sendiri” Ucapa Alexa untuk meyakinkan Rio
Rio mengangguk, tanda Ia menyetujui apa yang Alexa ucapkan padanya. Tak lupa, Alexa juga memberikan nasihat pada Irenee, agar gadis tersebut bersedia untuk menerima programnnya.
Lexa menasihatinya dengan penuh lemah lembut serta perhatian. Akhirnya Irenee pun menyetujui dan Ia menjawab dengan riang
“Baik bu Alexa! Irenee janji tidak akan takut jika jauh dari orangtua!”
Diam-diam di sudut ruangan, Leon memperhatikan Alexa. ‘Tidak salah aku memilihnya untuk mejadi partner’ bisiknya dalam hati. Kedua ujung bibirnya disunggingkan ke atas, tanda Ia sedang tersenyum.
Keesokan harinya, kelima siswa telah datang dengan diantar oleh para keluarga mereka. Kecuali Daniel, Ayahnya terlalu sibuk sampai tidak sempat untuk mengantarkan anaknya.
Vade diantar oleh sang Ibu. Sambil berkaca-kaca Ibunya berucap
“Vade, jaga dirimu ya nak. Maafkan Ibu, Ibu telah gagal menjadi Ibu yang baik untukmu”
“Tidak Bu. Ibu adalah, Ibu yang terbaik yang ada di dunia ini” Ucap Vade menangis, sambil memeluk sang Ibu
Dalam sekejab suasana telah berubah menjadi haru.
Gabe diantar oleh orangtuanya. Begitu pula Irenee. Rio, tentu saja Ia diantar oleh Nenek tercinta.
Daniel yang hanya seorang diri di sana, mulai merasakan betapa arti pentingnya keluarga di hidup ini. ‘Dan lu gak boleh nangis, cowok masa nangis’ ucapnya batin
Akhirnya dengan berat hati keluarga dari masing-masing murid tersebut meninggalkan sekolah dengan rasa haru bercampur juga dengan harapan. Harapan agar perjuangan anak mereka tidak sia-sia begitu saja
Hari pertama mereka sekolah dengan ‘ide Alexa’. Diluar dugaan mereka berlima, ternyata Leon dan Alexa telah menyiapkan sistem belajar yang sangat unik. Seluruh mata pelajaran, dikemas dalam sistem belajar yang unik dan dijamin tidak membosankan
Matematika, pelajaran yang biasanya membuat semua orang membulatkan mata, sekarang bukanlah sosok menakutkan bak ‘monster’.
Sesuai dengan rencana serta harapn Leon dan Alexa, program tersebut berjalan sangat lancar dan telah membuahkan hasil.
Hari demi hari berjalan, tak terasa mereka telah menjalankan program tersebut selama satu bulan. Itu tandanya tinggal satu bulan pula waktu mereka sebelum menghadapi ‘perang’ masuk perguruan tinggi.
Rio, Vade, Irenee, Gabe, Dan. Mereka telah merasakan perubahan yang signifikan dalam diri mereka. Meski Gabe tetap saja tidak begitu terlalu menguasai, ternyata hal mengapa Gabe lebih sulit pandai dari teman-temannya yang lain adalah daya serap Gabe yang di bawah mereka.
Waktu tinggal 14 hari lagi menuju ujian masuk perguruan tinggi, kelima murid ‘Hwaiting’ tersebut telah siap dalam mengikuti perang.
Tanpa diduga. Pada hari itu, Ayah dari Dan tiba-tiba saja datang ke sekolah dan membawa paksa anaknya untuk keluar dari tempat tersebut. Ayah Dan berencana untuk membawa anaknya ke Amerika. Disana Dan akan disekolahkan di tempat yang elit.
“Ayah lepaskan tangan Dan! Aku mohon Yah, jangan paksa Dan begini!” teriak Dan pada Ayahnya
Tanpa menghiraukan teriakan Dan serta tangisannya. Ayah Dan tetap saja menarik tangan anaknya tersebut.
Leon dan Alexa telah berusaha sekuat kemampuan mereka, untuk menghalau Ayah Dan. Tapi apa boleh buat, para bodyguard Ayah Dan terlalu kuat untuk mereka berdua kalahkan.
Akhirnya Dan meninggalkan sekolah tersebut dengan tangisan. Vade, Rio, Gabe, Irenee mereka juga menangisi kepergian Dan. Leon dan Alexa termangu melihat hal tersebut.
H-1
Ya, betapa cepatnya waktu berjalan. Tak terasa esok telah hari ‘peperangan’ mereka. Alexa dan Leon menambah nasihat mereka untuk para muridnya.
“Anak-anak kalian harus ingat ya tentang apa yang telah Saya dan Pak Leon ucapkan. Jangan lupa berdo’a itu kunci utama, berusaha juga sangat penting. Dan selalu semangat serta optimis, kalian pasti bisa!” Ucap Alexa sebagai tanda pemberi semangat
“Tapi Bu, Daniel…” Ucap Vade terpotong
“Vade, Ibu yakin Dan pasti bahagia disana, jadi kita disini tidak boleh sedih” Senyum Alexa sembari menenangkan Vade
Tanpa di duga-duga. Datanglah seorang pemuda tampan yang membawa sebuah koper.
“DANNN” teriak Irenee
Suasana menjadi suka saat itu juga. Ternyata selama Dan disana Ia sama sekali tidak merasa betah. Ayahnya pun telah berubah, itu sebabnya Dan memutuskan untuk kembali ke kelas ‘Hwaiting’
Keesokan harinya
“Ayo semua berkumpul” perintah Leon.
“Sebelum kalian menuju ujian masuk perguruan tinggi. Marilah kita berdoa bersama sama. Berdoa menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing dimulai” pimpin Leon
“Amin” ucap mereka semua serempak
Setelah itu, mereka semua pun melakukan high five bersama-sama dan segera menuju Universitas yang mereka tuju.
Sesampainya di sana, mereka mengikuti instruksi mengenai ujian tersebut. Sedangkan, Alexa dan Leon mendoaka yang terbaik untuk anak-anak didik mereka.
Ujian pun telah mereka tempuh. Rasa was-was masih tersimpan di benak mereka menunggu pengumuman. Tujuh hari kemudian baru hailnya akan diumumkan.
Mereka berlima kembali ke sekolah, bukan untuk belajar dengan program unik lagi, tapi tepatnya untuk mengemasi barang-barang mereka. Tak terasa telah dua bulan mereka latihan untuk bertempur. Dengan rasa haru sekaligus bangga mereka berpamitan pada kedua guru mereka, Leon dan Alexa.
“Terima kasih, Pak Leon dan Ibu Alexa. Jasa-jasa kalian tidak akan pernah dapat terbalaskan!” ucap mereka serempak pada Leon dan Alexa.
Leon dan Alexa hanya dapat tersenyum melihat anak-anak didik mereka. Sulit mengungkapkan perasaan mereka saat ini dengan kata-kata. Rasa bangga sudah jelas tertanam di benak mereka
Seminggu telah berlalu, hari pengumuman itu tiba juga. Dengan langkah yakin mereka berlima menuju papan pengumuman.
Sangat diluar dugaan di papan tersebut ada nama
1. Vadelyn Kazunari
2. Romario Siahaan
3. Irenee Seigo Haruno
4. Daniel Hayom Rumbaka
Yang dinyatakan LULUS
Tapi sayang, tidak ada nama Gabriel Aldrino di papan pengumuman tersebut.
“Gabe jangan sedih ya” ucap Irenee
“Tidak-tidak apa apa, selamat ya untuk kalian semua. Kalian memang terbaik” ucap Gabe dengan rasa sedih yang Ia sembunyikan
Vade, Rio, Dan, Ienee mereka berempat berusaha untuk menghibur sang sahabat yang tidak dapat lulus bersama mereka.
Singkat cerita, 4 tahun kemudian.
Rio telah lulus menjadi sarjana di jurusan manajemen
Vade adalah sarjana lulusan psikologi
Daniel lulus sarjana jurusan seni
Irenee lulus sarjana psikologi
Gabe, meskipun Ia bukan sarjana tapi Gabe sekarang telah memiliki usaha restoran yang telah memiliki 5 cabang.
Leon dan Alexa telah menjadi pasangan suami istri dan telah dikarunia seorang putra yang sungguh tampan. Sungguh, ini semua takdir hidup mereka kini telah berputar. Tidak ada perjuangan yang sia-sia
Hidup adalah pilihan, Hidup itu hanya sekali. Jadikanlah hidup yang singkat ini menjadi lebih bermakna. Dan kalau ingin sukses, jangan tunggu penyesalan!
-kartikasz
[Thanks for reading!]
