06/04/2019

Pertama

Anak Pertama
Cucu Pertama
Cucu Kedua rasa Pertama

Pertama, kata yang diidam-idamkan oleh banyak orang dalam beberapa bidang. Menjadi pertama, nomor satu, berarti yang utama. Pertama kerap kali dihubungkan dengan yang terbaik, terbagus, dan 
ter- apapun pokoknya.

Namun, bagaimana menjadi yang pertama dalam silsilah keluarga? Apakah tetap sama ter-ter itu akan didapat?

Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara
Aku adalah cucu pertama dalam keluarga Ibu
Dan
Aku menjadi cucu pertama bayangan sejak tahun lalu di keluarga Ayah. Sejak cucu pertama yang asli, Alm. Aa Gugun, anak dari kakak ayahku, (baca: sepupu)  meninggal dunia.

Entah mengapa aku menulis cerita ini secara tiba-tiba. Sebenarnya aku sering memikirkan keadaanku yang dimana memikul tanggungjawab serba pertama ini. Namun, baru kali ini aku terpikirkan untuk menuangkannya ke dalam tulisan.

Diriku, beratkah?

Ya. Tidak bisa dipungkiri rasa berat sering terlintas dipikiranku.

Tapi, ini semua adalah takdir bukan. Sama seperti “Pertama” yang lain. Beban menjadi contoh juga sering ku rasakan. “Tuh contoh kakak Tika” dan kalimat sejenis lainnya. Namun, bukan bangga berlebih yang ku rasa (baca: sombong) melainkan keinginan untuk menepis. Selama ini jika orangtua, kakek, nenek, atau tanteku menyuruh adik-adik yang lain untuk mencontohku, aku sering memberi balasan “jangan contoh aku, jadi diri kalian sendiri saja”.

Bukan, bukan berarti aku tidak ingin menjadi seorang panutan. Namun, aku hanya enek lama-lama dan bukankah setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini mereka memiliki spesialitasnya masing-masing?

Ah ya, ditambah aku menyadari jika diriku bukan anak yang rajin-rajin amat, biarpun aku suka bersih-bersih dan terorganisir bisa dikata hobi. Aku juga bukan anak yang terlalu membanggakan akademik. Apalagi nilai, aku tidak peduli dengan stereotype masyarakat kita saat ini yang lebih membanggakan nilai ketimbang kejujuran. Tidak heran, jika korupsi masih merajalela di negeri ini.

Walaupun aku memiliki catatan akademik yang cukup untuk dikatakan bagus. Hal ini yang sering dibandingkan dengan adik-adikku. Selama ini jika mereka dibanding-bandingkan denganku respon mereka hanya bercandaan, toh namanya juga anak kecil.

Tapi, aku tetap tidak setuju dengan yang namanya pembandingan.

Untuk tanggungjawab menjadi pertama ini, aku sanggup untuk memikulnya. Dan aku akan membawa perubahan dalam lingkungan keluargaku agar aku bisa  menjadi seseorang yang memang patut menyandang gelar pertama.

Don’t compare yourself with anyone, even with your old bro/sist. Don’t do that. You’re special in your own way :)

(Kartika Sofiyanti)


Continue Reading...

Blogroll

Welcome Here